Abu Moese Azhari atau lebih kita kenal dengan nama AR Moese (lahir di Kota Takengon, Aceh, 29 Mei 1940–wafat di Belang Mersa, Takengon, 26 Agustus 2007 pada umur 67 tahun) adalah seorang tokoh musik legendaris Gayo, Takengon, Aceh. Abu Moese Azhari adalah seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jabatan terakhir Kasi Kebudayaan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Tengah,AR. Moese sempat mendirikan kursus musik di Aceh Tengah.
Aktivitas kursus sempat vakum belasan tahun, namun belakangan dibuka kembali dengan murid yang terbatas. Dedikasi Moese terhadap dunia pendidikan musik tidak pernah diragukan. Hingga akhir hayatnya, Moese masih menyempatkan diri membimbing siswa-siswa SD di rumahnya. Tiga murid sebuah SD pernah datang ke rumah sakit menjenguk Moese sambil membawa piala hasil kemenangan mereka dalam lomba di Banda Aceh.
Moese memang memiliki banyak murid dari generasi ke generasi. Tiga murid SD pembawa piala tadi memanggil Moese dengan sebutan kakek. Sementara generasi diatasnya memanggil sang komponis sebagai “Pakcik.”
Memimpin dan melatih banyak tim kesenian dari Aceh Tengah dalam berbagai event kesenian sekala regional maupun nasional. Serangkaian –karya-karya moese, baik dalam bentuk karya gubahan maupun karya orisinal – merupakan sumbangan penting terhadap khasanah kesenian Gayo dalam bidang seni musik dan vokal.
Moese pertama sekali menciptakan lagu berjudul “Renggali” pada 1954. Lagu ini demikian populernya, sampai-sampai dibawakan oleh penari Seudati Kontingen Aceh pada Pekan Kebudayaan III.
Pendidikan
Pendidikan musik modern ini diperolehnya dari Sekolah Musik di Yogyakarta, pada periode tahun 1958-1961 dan dari jurusan Seni Musik IKIP Rawamangun Jakarta.
Seni Musik
AR Moese adalah orang yang berada di balik pencapaian kemajuan seni musik di Gayo, Aceh Tengah. Melalui kemampuannya yang luar biasa, Moese menggubah sastra didong menjadi karya musik modern dengan tetap mempertahankan kekayaan melodi Gayo. Berkat “sentuhan tangan” Moese lah, hingga karya-karya seni didong - jenis kesenian tradisional yang menyampaikan puisi-puisi Gayo dengan cara mendendangkannya dalam iringan tepukan tangan dan kanvas ukuran kecil sebagai rythem,bisa dimainkan dalam format musik modern.
Karier
Karya-karya gubahan tersebut diatas antara lain Perueren, Jempung (Cipt Ceh Daman), Tampok Pinang (Ceh Sali Gobal), Pegasing (Ceh Lakiki), Takengen (Arika ), Batil, Tingkis, Geremukunah , Lut Tenelen (Ibhrahim Kadir) dan lain-lain.
Selain melahirkan karya gubahan, Moese juga melahirkan serangkaian karya orisinal yang sampai sekarang masih tetap dihafal dengan baik oleh generasi penerus musik di Gayo, seperti; Tangke Nate, Garipo, Lane, Merbuk (bersama Sebi), Macik, Renem Jejem (khusus lagu ini pernah menjadi lima besar dalam lomba Paduan Suara Tingkat Nasional, di Jakarta 1995), Kesume Gayo, Semah Sujud, Macik, Reriyep, Tawar Sedenge, Payung Kertas, Jejari , Mars dan Hymne Universitas Gajah Putih (UGP) Takengon dan lagu/mars untuk seluruh Fakultas di lingkungan UGP.
Kemampuan Moese tersebut dimungkinkan karena selain menguasai benar melodi Gayo, ia juga menguasai musik klasik. Pendidikan musik modern ini diperolehnya dari Sekolah Musik di Yogyakarta, pada periode tahun 1958-1961 dan dari jurusan Seni Musik IKIP Rawamangun Jakarta, pada periode tahun 1982-1986, serta ditunjang pula pengalaman Moese saat bergabung dengan kelompok orkestra pimpinan Idris Sardi pada awal tahun 70-an yang pada zaman itu acap tampil di TVRI mengiringi penyanyi-penyanyi Indonesia.Admin
Sumber terkait : Wikipedia
0 komentar:
Post a Comment
Tuliskan Komentar Anda dibawah ini